AKAD ISTISHNA'
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Istishna’ merupakan salah satu akad
muamalat yang digunakan dalam produk perbankan syariah yang termasuk pada
produk penyaluran atau pembiayaan dana bank syariah dengan prinsip jual beli.
Mekanisme operasi istishna’ pada bank syariah dilakukan sesuai dengan aturan
syariah yang ada. Dalam perhitungan dan pengukuran transaksi istishna’, bank
syariah selaku salah satu lembaga keuangan menggunakan akuntansi yang juga
sesuai dengan ketentuan syariah.
Akuntansi syariah memudahkan bank
syariah untuk mencatat berbagai transaksi yang dilakukan sehingga laporan
keuangan yang disajikan dapat memberikan informasi yang akurat dan relevan.
Tidak terkecuali terhadap akad istishna’ dalam salah satu produk bank syariah.
Makalah ini akan membahas bagaimana skema istishna’ dalam bank syariah
bagaimana akuntansi syariah yang berlaku atas akad istishna’ tersebut.
B.
Rumusan Masalah
- Apa yang dimaksud dengan istishna’?
- Apa saja jenis akad istishna'?
- Apa sumber hukum dan bagaimana ketentuan istishna’?
- Bagaimana ilustrasi akuntansi istishna’?
C.
Tujuan Masalah
- Untuk mengetahui pengertian istishna’
- Untuk mengetahui jenis-jenis akad istishna
- Untuk mengetahui sumber hukum dan ketentuan istishna’
- Untuk mengetahui ilustrasi akuntansi istishna’
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Skema Istishna’
Istishna’ adalah akad jual beli
dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan
persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli/mustahni’)
dan penjual (pembuat/shani’). Shani’
akan menyiapkan barang yang dipesan, sesuai dengan spesifikasi yang telah
disepakati di mana ia dapat menyiapkan sendiri atau melalui pihak lain (istishna’
paralel).
Dalam istishna’ paralel, penjual
membuat akad istishna’ kedua dengan subkontrak untuk membantunya memenuhi
kewajiban akad isthisna’ pertama (antara penjual dan pemesan). Pihak yang
bertanggung jawab pada pemesan tetap terletak pada penjual dan tidak dapat
dialihkan pada subkontrak karena akad terjadi antara penjual dan pemesan, buka
pemesan dengan subkontraktor. Sehingga penjual tetap bertanggung jawab atas
hasil kerja subkontraktor.
Pembeli memiliki hak untuk
memperoleh jaminan dari penjual atas (a) jumlah yang telah dibayarkan; dan (b) penyerahan
barang pesanan sesuai dengan spesifikasi dan tepat waktu. dalam akad,
spesifikasi aset yang dipesan harus jelas, bila produk yang dipesan adalah
rumah, maka luas bangunan, model rumah dan spesifikasi harus jelas, misalnya
menggunakan bata merah, kayu jati, lantai keramik merk Romawi ukuran 40 x 40,
toileteries merk TOTO dan lain sebagainya. Dengan spesifikasi yang rinci,
diharapkan persengketaan dapat dihindari.
Harga pun harus disepakati berikut
cara pembayarannya, apakah pembayarannya 100% dibayarkan di muka, melalui
cicilan, atau ditangguhkan sampai waktu tertentu. Begitu harga disepakati, maka
selama masa akad harga tidak dapat berubah walaupun biaya produksi meningkat,
sehingga penjual harus memperhitungkan hal ini. Perubahan harga hanya dimungkinkan
apabila spesifikasi atas barang yang dipesan berubah.
Begitu akad disepakati maka akan
mengikat para pihak yang bersepakat dan pada dasarnya tidak dapat dibatalkan,
kecuali:
1.
Kedua belah pihak setuju untuk menghentikannya; atau
2. Akad batal demi hukum karena timbul kondisi hukum yang dapat
menghalangi pelaksanaan atau penyelesaian akad.
Akad berakhir apabila kewajiban
pihak telah terpenuhi atau kedua belah pihak bersepakat untuk menghentikan
akad. Jika perusahaan mengerjakan untuk memproduksi barang yang dipesan dengan
bahan baku dari perusahaan, maka kontrak/akad istishna’ muncul agar akad
istishna’ menjadi sah, harga harus ditetapkan di awal sesuai kesepakatan
bersama. Dalam akad istishna’, pembayaran dapat di muka, dicicil sampai
selesai, atau di belakang serta istishna’ biasanya diaplikasikan untuk industri
dan barang manufaktur.
1. Istishna' adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persayaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli/mustashni) dan penjual (pembuat, shani')
2. Istishna' paralel adalah suatu bentuk akad istishna' antara penjual dan pemesan dimana untuk memenuhi kewajibannya kepada pemesan, penjual melakukan akad istishna' dengan pihak lain yang dapat memenuhi aset yang dipesan.
C. Sumber Hukum dan Ketentuan Istishna’
Sumber hukum akad istishna’ adalah sebagai berikut:
Amr bin ‘Auf berkata: “Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang menharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram”. (HR. Tirmidzi)
Abu Sa’id al-Khudri berkata: “Tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun orang lain.” (HR. Ibnu Majah, Daruquthni, dan yang lain)
Masyarakat telah mempraktikkan istishna’ secara luas dan terus menerus tanpa ada keberatan sama sekali. Hal demikian menjadikan istishna’ sebagai kasus ijma’ atau konsensus umum. istishna’ saha sesuai dengan aturan umum mengenai kebolehan kontrak selama tidak bertentangan dengan nash atau aturan syariah. Segala sesuatu yang memiliki kemaslahatan atau kemanfaatan bagi umum serta tidak dilarang syariah, boleh dilakukan. Tidak ada persoalan apakah hal tersebut telah dipraktikkan secara umum atau tidak.
Adapun rukun istishna’ ada tiga, yaitu:
1. Pelaku terdiri atas pemesan (pembeli/mustashni’) dan penjual (pembuat/shani’).
2. Objek akad berupa barang yang akan diserahkan dan modal istishna’ yang berbentuk harga.
3. Ijab kabul/serah terima.
Ketentuan syariah mengenai rukun tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pelaku, harus cakap hukum dan baligh.
2. Objek akad:
a. Ketentuan tentang pembayaran
- Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang, atau manfaat, demikian juga dengan cara pembayarannya.
- Harga yang telah ditetapkan dalam akad tidak boleh berubah. Akan tetapi apabila setelah akan ditandatangani pembeli mengubah spesifikasi dalam akad maka penambahan biaya akibat perubahan ini menjadi tanggung jawab pembeli.
- Pembayaran dilakukan sesuai kesepakatan.
- Pembayaran tidak boleh berupa pembebasan utang.
b. Ketentuan tentang barang
- Barang pesanan harus memenuhi kriteria: (a) memerlukan proses pembuatan setelah akad disepakati, (b) sesuai dengan spesifikasi pemesan (costumized), bukan produk massal; dan (c) harus diketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi jenis, spesifikasi teknis, kualitas, dan kuantitasnya sehingga tidak ada lagi jahalah dan perselisihan dapat dihindari.
- Barang pesanan diserahkan kemudian.
- Waktu dan penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan.
- Barang pesanan yang belum diterima tidak boleh dijual.
- Dalam hal terdapat kecacatan atau barang tidak sesuai dengan kesepakatan, pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk melanjutkan atau membatalkan akad.
- Dalam hal pesanan sudah dikerjakan sesuai dengan kesepakatan, hukumnya mengikat, tidak boleh dibatalkan sehingga penjual tidak dirugikan karena ia telah menjalankan kewajibannya sesuai kesepakatan.
3. Ijab kabul
Adalah pernyataan dan ekspresi saling ridha/rela di antara pihak-pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.
Berakhirnya akad istihsna’ dapat berdasarkan kondisi-kondisi berikut:
1. Dipenuhinya kewajiban secara normal oleh kedua belah pihak
2. Persetujuan bersama kedua belah pihak untuk menghentikan kontrak
3. Pembatalan hukum kontrak. Hal ini jika muncul sebab yang masuk akal untuk mencegah dilaksanakannya kontrak atau penyelesaiannya, dan masing-masing pihak bisa menuntut pembatalannya.
D. Ilustrasi Akuntansi Istishna’
Pembayaran oleh pemesan dilakukan pada saat penyerahan barang
PT. Usman Jaya membutuhkan rumah tipe 70/150 dengan spesifikasi khusus untuk kantor. Harga rumah Rp 20 juta, dama yang dibayarkan PT. Usman Jaya untuk uang muka adalah Rp 50 juta. Perusahaan mengajukan pembiayaan kepada Bank Syariah. Setelah akad ditandatangani antara PT. Usman Jaya dan Bank Syariah dengan nilai akad Rp 200 juta,-, bank syariah memesan kepada pengembang dan pengembang akan menyelesaikan pesanannya selama 9 bulan. Bank membayar biaya pra akad sebesar Rp 1.000.000,00 dan akad ditandatangani antara bank dan PT. Usman Jaya pada 1 Juli 2002. PT. Usman Jaya menyerahlan uang muka sebesar Rp 50.000.000,00. Di samping itu, bank juga menandatangani akad pembelian/pesanan kepada pengembang pada 1 Juli 2002, dengan harga beli Rp 170.000.000,00. Berikut ini data dan tagihan yang dilakukan oleh pengembang sampai dengan selesai per 1 Maret 2003:
2 Juli 2002 : bank membayar uang muka kepada pengembang Rp 50.000.000,00
1 Agustus 2002 : pengembang menagih untuk pembangunan aktiva istishna’ Rp 30.000.000,00
1 Nopember 2002 : pengembang menagih untuk pembangunan aktiva istishna’ Rp 50.000.000,00
1 Februari 2003 : pengembang menagih untuk pembangunan aktiva istishna’ Rp 40.000.000,00
1 Maret 2003 : pengembang menyerahkan aktiva istishna’ yang telah selesai kepada bank syariah.
1 Maret 2003 : bank syariah menyerahkan aktiva istishna’ kepada Tuan Usman. Tuan Usman mengangsur pembayaran rumah tersebut selama 2 tahun
Bank syariah mengenakan keuntungan istishna’ 10% dari pembiayaan, dan membebankan stabilizer daya beli 2 x 5% = 10% selama 2 tahun.
Diminta:
Buatlah perhitungan untuk pengakuan, pengukuran, dan penyajian untuk transaksi istishna’ paralel tersebut:
a. Bila menggunakan persen penyelesaian untuk pengakuan pendapatannya.
b. Bila menggunakan kontrak selesai untuk pengakuan pendapatannya.
Jawab:
Perhitungan:
a. Pemesan akan melunasi rumah pesanannya pada saat rumah selesai dibangun dan diserahkan bank syariah kepada PT. Usman Jaya dengan harga kontrak Rp 200 juta. Harga pokok rumah adalah Rp 170 juta. Jadi laba bank syariah adalah Rp 200 juta – Rp 170 juta = Rp 30 juta.
Berikut ini jurnal yang dibuat oleh Bank Syariah:
1.
Pada saat bank syariah menerima uang muka dari PT. Usman Jaya pada
1 Juli 2002
Kas
|
Rp 50.000.000,00
|
-
|
Uang muka istishna’
|
-
|
Rp
50.000.000,00
|
2. Pada saat bank syariah mencatat biaya pra akad Rp 1.000.000,00
Beban pra
akad yang ditangguh-kan
|
Rp
1.000.000,00
|
-
|
Kas
|
-
|
Rp
1.000.000,00
|
3. Pada saat ada kepastian akad istishna’ dengan nasabah PT. Usman Jaya bank mencatat:
Aktiva
istishna’ dalam penyele-saian
|
Rp
1.000.000,00
|
-
|
Beban pra akad yang ditang-guhkan
|
-
|
Rp
1.000.000,00
|
4. Pada saat bank menerima tagihan dari pengembang dan membayarnya:
Tanggal 1 Agustus 2002 sebesar Rp 30.000.000,00
Aktiva
istishna’ dalam penye-lesaian
|
Rp
30.000.000,00
|
-
|
Hutang istishna’
|
-
|
Rp
30.000.000,00
|
Pada saat bank syariah membayar hutang istishna’:
Hutang
istishna’
|
Rp
30.000.000,00
|
-
|
Kas
|
-
|
Rp
30.000.000,00
|
Tanggal 1 November 2002 sebesar Rp 50.000.000,00
Aktiva
istishna’ dalam penye-lesaian
|
Rp
50.000.000,00
|
-
|
Hutang istishna’
|
-
|
Rp
50.000.000,00
|
Pada saat bank syariah membayar hutang istishna’:
Hutang
istishna’
|
Rp
50.000.000,00
|
-
|
Kas
|
-
|
Rp
50.000.000,00
|
Tanggal 1 Februari 2003 sebesar Rp 40.000.000,00
Aktiva
istishna’ dalam penye-lesaian
|
Rp
40.000.000,00
|
-
|
Hutang istishna’
|
-
|
Rp
40.000.000,00
|
Pada saat bank syariah membayar hutang istishna’
Hutang
istishna’
|
Rp
40.000.000,00
|
-
|
Kas
|
-
|
Rp
40.000.000,00
|
5. Pada saat bank menerima barang pesanan dari pengembang yang sudah selesai 100%, bank syariah akan membuat jurnal sebagai berikut:
Persediaan
barang istishna’
|
Rp
171.000.000,00
|
-
|
Aktiva istishna’ dalam penyelesaian
|
-
|
Rp
171.000.000,00
|
6. Pada saat penyerahan barang istishna’ dan penagihan bank kepada nasabah PT. Usman:
Piutang
istishna’
|
Rp
150.000.000,00
|
-
|
Uang muka
istishna’
|
Rp 50.000.000,00
|
-
|
Persediaan barang istishna’
|
-
|
Rp
171.000.000,00
|
Pendapatan istishna’
|
-
|
Rp 29.000.000,00
|
b. Penyajian akhir tahun
Apabila metode kontrak selesai diterapkan dalam transaksi istishna
dan pada akhir tahun/periode akuntansi, barang istishna’ belum selesai 100%,
maka di neraca akan dilaporkan “Aktiva istishna’ dalam penyelesaian” dan di
Laporan Laba Rugi belum dialami adanya bagian pendapatan istishna’ pada periode
berjalan. Aktiva istishna’ dalam penyelesaian dilaporkan di neraca per 31
Desember 2002 adalah sebesar: Rp 1.000.000,00 + Rp 30.000.000,00 + Rp
50.000.000,00 = Rp 81.000.000,00.
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari uraian pada bagian pembahasan, dapat disimpulkan bahwa
istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang
tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara
pemesan (pembeli/mustahni’) dan penjual
(pembuat/shani’). Terdapat dua macam akad istishna’ yaitu
istishna’ dan istishna’ paralel. Dalam praktiknya dalam dunia perbankan, bank
syariah lebih banyak menggunakan akad istishna’ paralel. Karena, pertama,
kegiatan istishna’ oleh bank syariah merupakan akibat dari adanya permintaan
barang tertentu oleh nasabah, dan kedua bank syariah bukanlah produsen
dari barang yang dimaksud.
Seperti halnya akad lain dalam muamalat, istishna juga memiliki
rukun dan syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi. Rukun istishna’ yakni
pelaku terdiri atas pemesan (pembeli/mustashni’) dan penjual (pembuat/shani’),
objek akad berupa barang yang akan diserahkan dan modal istishna’ yang
berbentuk harga, dan ijab kabul/serah terima. Ketentuan atau syarat mengenai
rukun tersebut seperti yang telah disebutkan sebelumnya dalam bagian
pembahasan. Lalu, akuntansi syariah yang berlaku terhadap akad istishna’ dalam
bank sesuai dengan PSAK 104 di mana menunjukkan ketentuannya pada bank apabila
berada pada posisi sebagai penjual dan pembeli.
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Nurhayati, Sri, Wasilah.2017.Akuntansi Syariah di Indonesia.Jakarta: Salemba Empat.
http://riarosdiyanadewi.blogspot.com/2016/05/makalah-akad-istishna-pada-psak-104.html
Komentar
Posting Komentar